RUMAH PRISMA SOLUSI PEMBUATAN GARAM DI MUSIM HUJAN
RUMAH PRISMA SOLUSI PEMBUATAN GARAM DI MUSIM HUJAN

Belakangan ini sedang marak masalah garam di Indonesia. Mulai
dari langkanya garam sehingga menyebabkan harga garam melambung tinggi di
pasaran, hingga berita mengenai keputusan pemerintah untuk mengimport garam.
Pasalnya, laut kita ini luas sehingga banyak masyarakat yang bertanya-tanya
kenapa pemerintah harus import garam.
Hal ini dikarenakan, jumlah produksi garam yang tidak sebanding
dengan tingginya permintaan. Selain itu, para petani garam juga sangat
bergantung pada cuaca, sehingga jika cuaca buruk dapat menyebabkan garam
menjadi rusak. Tentu saja hal ini membuat para petani garam menjadi rugi.
Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki kelautan yang
luas namun produksi garam di Indonesia hanya sebatas untuk dikonsumsi. Dalam
pasar industri garam Indonesia masih jauh dari standart dan kalah bersaing
karena kualitas yang rendah. Hal ini sangat disayangkan apalagi Indonesia
tersohor dengan negara maritim.
Persoalan
produksi dan pasokan garam membutuhkan keseriusan pemerintah, menjadikannya
sektor strategis, dan menumbuhkan daya saing petani garam. “Menurut hemat saya
persoalan garam dikarenakan kurang gigihnya kita memanfaatkan dan
memperjuangkan potensi tambak garam yang kita miliki,” kata Guru Besar Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (FPIK-IPB) Indrajaya,
Sabtu, 29 Juli 2017.
Impor garam
terjadi karena jumlah produksi nasional tidak mencukupi tingkat konsumsi.
Teknologi untuk memproduksi garam tergolong rendah (low tech), bukan teknologi
tinggi (high tech). Sehingga masalah garam bukan di teknologi, tapi kemauan
untuk mandiri atau swasembada yang lemah.
Banyak para pakar ahli yang menerapkan berbagai metode untuk
meningkatkan produksi dan kualitas garam di Indonesia, berikut adalah metode
pembuatan garam yang ada di Indonesia :
A.
Cara Pembuatan Garam Secara Konvensional
1.
Mengalirkan Air Laut
ke Tempat yang Luas
Tempat yang luas (biasanya sepetak tanah yang sudah dipersiapkan
khusus), tempat ini digunakan untuk menampung air laut yang akan menguapkan air
laut. Air dimasukkan kedalam tempat ini dengan ditimba menggunakan jerigen atau
dengan memanfaatkan pasang surut air laut.
Apabila menggunakan cara pasang surut air laut, tanah
diposisikan tidak terlalu tinggi dari air laut. Ketika air sedang pasang,
penutup dibuka supaya air bisa masuk ke dalam. Apabila air sedang surut, maka
penutup air ditutup supaya air laut terjebak di dalamnya.
2.
Menjemur di Bawah
Terik Matahari
Air yang sudah terkumpul pada sepetak tanah, dijemur di bawah
teris sinar matahai supaya air laut bisa menguap dan menyisakan butiran-butiran
kristal yang akan menjadi garam.
3.
Proses Pemanenan
Penguapan air laut akan menyisakan garam yang akan kita panen.
Petani garam tinggal mengumpulkan dan mengamilnya untuk bisa dipanen dan dijual
di pasaran.
B.
Cara Membuat Garam dengan Teknologi Ulir Filter (TUF) Geomembran
Cara membuat garam dengan metode TUF menjadi alternatif untuk
mendapatkan garam dengan kualitas bagus dengan kadar garam diatas 90%.
Prinsip utama dari teknologi ini adalah mempercepat proses
pembuatan air tua (20° Be) dengan memperpanjang aliran air serta tetap
mempertahankan kebersihan air dan meja hablu/meja garam. Proses menjaga
kebersihan air dilakukan dengan memasang filter pada saluran air dan memasang
terpal hitam pada meja hablur.
Menurut Kementrian Kelautan dan Perikanan (KPK) dari pengkajian
dengan melakukan modifikasi pada sistem pertanian garam dengan cara TUP bisa
meningkatkan produktivitas hingga 100%.
Terbukti, cara membuat garam dengan menggunakan metode UTF bisa
meningkatkan produktivitas seperti yang terjadi di Jawa Barat yaitu Cirebon,
Indramayu dan Karawang. Petani yang awalnya hanya bisa menghasilkan 60-80 ton
garam sekali panen, kini bisa menghasilkan 120-140 ton garam dalam per hektar.
C.
Tambak Garam Dengan Tenda Prisma Dengan Plastik UV Protector
Petani garam selalu bergantung pada musim. Saat musim hujan atau
kemarau basah, bisa dipastikan hasil garam akan menurun. Sedangkan dengan
inovasi rumah garam prisma, petani garam tak lagi harus bergantung pada musim.
Petani garam bisa panen garam setiap hari tanpa harus menunggu musim berpihak
pada petani.




Petani garam selalu bergantung pada musim. Saat
musim hujan atau kemarau basah, bisa dipastikan hasil garam akan menurun. Sedangkan
dengan inovasi rumah garam prisma, petani garam tak lagi harus bergantung pada
musim. Petani garam bisa panen garam setiap hari tanpa harus menunggu musim
berpihak pada petani.
Ratusan
petani garam saat musim kemarau seperti sekarang ini terus menggenjot produksi,menyusul
terjadinya kelangkaan garam di tanah air. Namun sayangnya banyak pihak yang
menyayangkan teknik yang digunakan oleh petani garam di kawasan ini masih jauh
tertinggal bila dibandingkan dengan petani garam di berbagai daerah. Padahal
Kabupaten Pati sangat potensial sebagai produsen garam tingkat Jawa Tengah
sekaligus salah satu penyangga garam nasional.
Adapun
teknik pembuatan garam dengan rumah prisma dilakukan dengan menggunakan
bangunan dari bambu berbentuk prisma berpenutup plastik transparan. Sebagian
petani mengaku belum tahu mengenai teknik itu dan sebagian lainnya menilai
teknik pembuatan dengan rumah prisma karena dianggap tidak sesuai dengan
kondisi di Kabupaten Pati
Dengan menggunakan tenda prisma panas dalam ruangan juga terjaga
saat malam hari sehingga panen garam semakin cepat, plastik geotermal ini juga
dapat menstabilkan dan meratakan panas matahari yang membuat garam lebih
berkualitas. Untuk atap tenda prisma petani bisa menggunakan plastik uv,sedangkan
untuk alas petani dapat menggunakan plastik LDPE.seperti pada gambar dibawah
ini :
"Rumah garam ini terbuat dari bahan
bambu dan plastik biasa. Sejak awal memang dibuat khusus untuk kepentingan
riset dan inovasi,” kata Machfud Effendi, Ketua Salt Inovation Centre,
Universitas Trunojoyo Madura (UTM), pemrakarsa rumah garam tersebut, Rabu akhir
Mei 2010
Berukuran 7x14 meter, rumah garam itu dibangun pada 2010. Idenya datang
ketika pada saat itu Indonesia dilanda hujan sepanjang tahun akibat cuaca
ekstrem Lanina. Akibat peristiwa yang disebut kemarau basah itu banyak petani
garam mengalami gagal panen.
Berangkat dari kondisi tersebut UTM
mencarikan solusi agar saat kemarau basah kembali datang garam tetap bisa
diproduksi. Dibuatlah rumah garam yang terinpirasi dari proses penyulingan air
asin menjadi air tawar atau desalinasasi. "Prosesnya sama. Bedanya, kita
butuh garamnya bukan airnya," kata dia.
Setelah gubuk beratap dan berdinding plastik
selesai dibuat, bagian terpenting ada pada bagian bawah atau fondasi. Bagian
ini terdiri dari beberapa petak berlapis geomembran atau bahan tahan air. Petak
pertama untuk penuaan air laut. Air laut yang sudah tua kemudian dialirkan ke
petak berikutnya untuk kristalisasi garam.
Plastik yang mengelilingi gubuk, kata
Machfud, berfungsi sebagai penghantar panas pada air laut sehingga mempercepat
proses penguapan. Bila tiba-tiba turun hujan, lapisan plastik menjadi pelindung
agar garam yang sudah mengkristal tidak rusak terkena air tawar.
Bila hujan berlangsung lama, lapisan
geomembran warna hitam di petak dasar bisa menyerap dengan cepat panas matahari
serta menyimpan panas lebih lama. Dengan begitu, meski kemarau basah, proses
kristalisasi garam tetap bisa dilakukan walau minim cahaya matahari.
Geomembran kemudian dilapisi dengan plastik
lain di atasnya, bisa berupa plastik biasa atau plastik berbahan mika.
"Meski hujan, pasti ada saat matahari muncul. Panas sebentar itu kita
manfaatkan untuk pembuatan garam,” ucap Mahfudz.
Tak kalah penting, rumah garam harus
dilengkapi ventilasi udara. Kecukupan udara, keteraturan kecepataan, dan arah
angin sangat berpengaruh pada proses penguapan air laut.
Satu hal yang membedakan rumah garam dengan
ladang konvensional adalah tak digunakannya teknologi ulir filter. Teknologi
ini digunakan pada kondisi cuaca normal, yakni saat panas matahari berlimpah.
Dengan begitu air dalam petak garam mengalir tanpa henti. "Rumah garam tak
memakainya karena keterbatasan lahan," ujar Mahfudz.
Air
yang terus mengalir membuat proses penguapan air laut lebih cepat dibandingkan
yang ditampung. Itu sebabnya proses kristalisasi garam di ladang lebih cepat
dibanding dalam rumah garam. Selisihnya 10 hari. Di ladang, garam bisa dipanen
dalam waktu satu bulan. Sedangkan di rumah garam rata-rata 40 hari.
Arifin
menyebut rumah garam ini disebut sebagai rumah garam prisma karena atapnya
dibuat sedemikian rupa sehingga berbentuk prisma. "Dasar tambak kami
pasang terpal, sedangkan untuk atap yang berbentuk prisma saya pakai plastik
geothermal," katanya di lokasi rumah garam prisma, Senin (31/7/2017,
detikcom)
Dengan
keberadaan rumah garam prisma, Arifin berharap agar kelangkaan garam seperti
yang terjadi saat ini tidak terulang. "Sehingga swasembada garam bisa
terwujud dan kita tidak perlu impor garam," harapnya.
Garam prisma
yang dibuat, menurut Samian Arifin, bisa tahan terhadap hujan ataupun embun,
yang bisa membuat proses pembuatan garam berlangsung lebih lama. "Musuh
petani garam itu hujan, sekali saja kena hujan, maka proses penggaraman akan
hilang," tegasnya.
"Dengan prisma kita bisa tetap produksi di
musim hujan," kata Samian Arifin di lokasi r rumah garam prisma, Senin
(31/7/2017).
Selain itu, jelas Samian Arifin, keunggulan
lain rumah garam prisma ini adalah panas yang dihasilkan oleh plastik geotermal
lebih fokus dan tahan angin. "Ini juga irit bahan baku," tambahnya.
Menurutnya,
perbedaan mendasar dari rumah garam prisma dengan tambak garam konvensional,
adalah hasil garamnya. Jika di tambak garam konvensional hanya menghasilkan
60-80 ton garam per hektar pada musim normal.
"Tapi
menggunakan metode rumah garam prisma ini bisa menghasilkan 120-125 ton per
hektar atau bahkan 400 ton per hektar setahun di musim normal karena bisa terus
produksi selama 1 tahun," kata Samian Arifin panjang lebar.
Dijelaskan,
teknik rumah prisma memerlukan kondisi lingkungan yang kecepatan anginnya tidak
terlalu kencang dan lokasi tambaknya berada dalam posisi yang lebih tinggi dari
tanah sekitarnya, sehingga apabila hujan airnya tidak bisa masuk. “Sisi
positifnya kalau menggunakan rumah prisma itu suhunya bisa tinggi, kalau untuk
garam prosesnya bagus, cepat,” jelasnya.
Ditambahkan,
garam yang dihasilkan dengan menggunakan teknik rumah prisma jauh lebih bagus
dan putih, karena bebas dari debu dan kadar NaCl-nya juga jauh lebih tinggi
sekitar 95 bahkan bisa lebih. Nawawi menambahkan, garam hasil rumah prisma
cocok untuk kebutuhan industri.
Komentar
Posting Komentar